UTBK 2025: Teknologi Melawan Kecurangan Teknologi
Ujian tertulis berbasis komputer ( UTBK Pada Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) di tahun 2024 kemungkinan besar akan berjalan dengan baik dan terkontrol. Akan tetapi, satu tahun setelahnya, muncul kasus penipuan dalam proses ujian masuk perguruan tinggi negeri (PTN). PTN Justru semakin menjamur dan menyebar luas pada tahun 2025.
Bukan hanya bergantung pada joki, metode penipuan kali ini melibatkan lembaga bimbingan belajar (bimbel) dan juga beberapa di antaranya menggunakan teknik yang lebih maju dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (artiifial intelligence atau AI). Metode terakhir itu seperti membawa teknologi untuk menyaingi teknologi lainnya.
Eduart Wolok, Ketua Umum Tim Pengawas SNPMB, menyebut bahwa salah satu tindakan tidak jujurnya adalah usaha para peserta untuk mendapatkan soal-soal selama ujian masih berjalan. Menurutnya, ini bukanlah bocornya soal tetapi perilaku dari peserta itu sendiri.
"Oleh karena itu, beberapa pihak termasuk yang berasal dari luar telah mencoba untuk mendapatkan informasi tentang soal-soal tersebut. Untuk tujuan apa soal-soal ini digunakan dan lainnya, kami sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut," jelasnya pada hari Selasa (29/4/2025).
Tindakan tersebut tidak dijalankan secara asal-asalan. Pelakunya mengambil gambar soal dengan kamera pada alat yang dibawa masuk tanpa izin. Sebenarnya, sesuai penjelasan dari Eduart, telah tersedia detektor yang melakukan pemeriksaan terhadap para peserta sebelum mereka memasuki area ujian.
"Seperti yang kita tahu, semua peserta diminta untuk melewati pemeriksaan detektor logam saat memasuki ruangan ujian. Namun ternyata sistem tersebut kini telah menjadi lebih maju. Terdapat peralatan baru yang tak lagi dapat dideteksi oleh detektor logam," jelasnya.
Metode lainnya adalah menyediakan respons kepada peserta tes yang terletak di ruangan uji dengan menghubungkan peralatan pada para peserta sebagai penerima dan pengirim untuk transmisi pertukaran jawaban.
"Jadi partisipan tersebut masih menggunakan pandangannya melalui respons yang diberikan dari pihak eksternal," jelas Eduart. Dia juga menjelaskan bahwa jenis penipuan lainnya adalah ada pengontrolan dari luar sehingga peserta UTBK tidak melakukan apapun karena komputer mereka sudah diatur oleh individu lain.
Belum termasuk juga adanya dugaan modus penipuan yang terkait dengan lembaga bimbingan belajar di Yogyakarta. Cara kerjanya adalah para peserta memilih tempat ujiannya di suatu lokasi yang berada cukup jauh dari alamat tinggal mereka atau program studi pilihan mereka.
Misalnya saja ada seorang siswa yang baru lulus dari SMA di kota Semarang. Siswa tersebut mendaftar untuk mengikuti Program Studi (Prodi) melalui Uji Tes Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK) di dua universitas ternama yaitu Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Namun demikian, dia harus menjalani tes ini di kota Medan.
Partisipan aneh itu tak muncul ketika tes berlangsung dan secara kebetulan, perangkat komputernya mengalami gangguan di saat bersamaan. Oleh karena itu, ada dugaan adanya sindikat yang menggunakan Uji Tes Berbasis Komputer (UTBK) demi tujuan bisnis tertentu.
Modus-modus penipuan dalam UTBK tahun ini sepertinya membawa kembali kenangan tentang penerapannya yang kedua kalinya pada masa lalu. Sama seperti berita yang diberitakan anteseden tersebut. Kompas.com , tujuh siswa yang mengikuti UTBK 2023 tercatat melanggar aturan saat ujian berlangsung pada hari ketiga di kampus Universitas Sumatera Utara (USU) pada Rabu (10/5/2023).
Cara mereka menipu adalah dengan membawa alat pengambil gambar yang diselundupkan di tubuhnya. Ketua USU waktu itu mencurigai bahwa penipuan ini melibatkan jaringan bimbingan belajar.
Walaupun di tahun 2023 banyak berita tentang penipuan UTBK, pelaksanaan ujian tersebut pada tahun 2024 lebih condong kepada integritas. terkontrol Panitia pusat untuk proses seleksi penerimaan mahasiswa baru di universitas negeri pada waktu itu berencana mencegah penipuan dengan mendirikan satuan pengawasan dan tinjauan yang tersebar di semua lokasi UTBK.
Di samping itu, panitia juga mengaplikasikan detektor logam (metal detector) untuk memeriksa para peserta sebelum mereka memasuki ruangan, serta koneksi komputer ujian terbatasi pada server ujian saja. Namun demikian, metode tersebut saat ini mungkin telah menjadi kurang efektif karena dapat diakali.
Tingkat Tekanan yang Tinggi dengan Sedikit Supervisi
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, melihat peningkatan metode kecurangan UTBK belakangan ini dengan cemas. Penggunaan AI dalam tindakan curang tersebut mencerminkan sejauh mana teknologi bisa dieksplotasi secara negatif.
"Dugaan campur tangan pihak les pun mendapat perhatian besar karena semestinya mereka hanya fokus pada pembinaan murid dengan cara yang jujur," ungkap Ubaid saat diwawancara oleh wartawan Tirto, Jum'at (9/5/2025).
Menurut dia, beberapa penyebab utama dari kerentanan sistem UTBK menyebabkan tindakan curang masih berlanjutan. Salah satu alasan tersebut adalah beban tekanan besar pada para peserta ujian.
Proses pemilihan yang begitu ketat menghasilkan beban berat bagi para calon mahasiswa agar dapat diterima dalam jurusan serta perguruan tinggi pilihannya. Beban tersebut kadang memicu beberapa orang untuk mencari cara tidak terpuji, seperti tindak curang.
Selain itu, pengawasan yang dimaksudkan sebagai Ubaid dirasakan masih belum cukup maksimal. Mengingat jumlah peserta UTBK yang luar biasa banyak serta tempat pelaksanaan ujiannya bervariasi, upaya mengontrol dengan sungguh-sunguh dan seimbang di seluruh area menjadi suatu hal yang menantang sendiri.
Fokus lain dari Ubaid adalah ketimpangan dalam pelayanan pendidikan. Ini berarti bahwa variasi kualitas pembelajaran antara institusi di perkotaan dengan daerah pedesaan mungkin menghasilkan kesenjangan sosial. Kondisi ini bisa membuat sebagian murid merasa kurang unggul dan akhirnya melakukan tindakan curang demi tetap kompetitif.
Ubaid menyarankan bahwa model ideal untuk ujian penerimaan di perguruan tinggi mungkin tak harus bergantung pada satu jenis saja. Ia mengatakan kombinasi beberapa teknik penilaian dapat memberikan hasil yang lebih menyeluruh dan adil.
"UTBK harus tetap dipertahankan namun ditingkatkan. Tes ini masih penting untuk menilai kemampuan kognitif serta pemahaman konsep para siswa secara massal. Akan tetapi, ada beberapa area yang memerlukan penyempurnaan seperti pengamannya, kualitas pertanyaan, dan metode penilaian," jelas Ubaid.
Proses penerimaan juga harus memperhitungkan catatan akademik yang meliputi nilai rapor serta pencapaian dalam lingkungan sekolah. Capaian pelajar sepanjang pendidikan mereka bisa menunjukkan tingkat ketekunan dan kapabilitas pembelajaran berkelanjutan. Meskipun demikian, patut ditegaskan bahwa terdapat kebutuhan untuk menyusun standarisasi evaluasi rapor sehingga akan lebih adil bagi para peserta didik dari institusi pendidikan yang berbeda-beda.
Demikian juga dengan penggunaan Tes Potensi Akademik (TPA) dan Tes Bakat Minat. Menurut Ubaid, TPA dapat digunakan untuk menilai kemampuan berpikir kritis, logika, serta potensi belajar secara keseluruhan. Di sisi lain, tes bakat minat bertujuan untuk mendeteksi preferensi dan ketertarikan siswa terhadap bidang studi tertentu yang mereka pilh.
"Bagi prodi yang mengharuskan kemampuan spesifik seperti seni, desain, atau olahraga, portofolio kreatif atau pencapaian bisa jadi evaluasi yang sesuai," ujarnya.
Selain itu, menambah langkah-langkah dalam proses wawancara dapat dianggap oleh Ubaid sebagai alternatif untuk mengukur motivasi, karakteristik pribadi, serta keterampilan berkomunikasi para calon mahasiswa. Ini terutama ditujukan bagi jurusan-jurusan yang memerlukan interaksi sosial intensif.
Diperlukan Pembangunan Soal yang Dinamis serta Inovasi dalam Pelaksanaan Supervisi
Sistem UTBK di masa mendatang tentu harus ditingkatkan untuk menghindari pengulangan situasi seperti ini. Menurut Ubaid dari JPPI, beberapa peningkatan esensial perlu dipikirkan, termasuk penguatan keamanan sistem.
"Investasi ekstra pada teknologi keamanan soal, sistem ujian berbasis komputer (CBT) yang semakin maju dan terlindungi, bersama dengan peninjauan keamanan secara periodik dari pihak ketiga yang tidak biasa, amat diperlukan," ungkapnya.
Selain faktor teknologi, langkah lain yang penting untuk dipertimbangkan ialah menciptakan pertanyaan yang bersifat adaptif dan memiliki variasi. Menurut Ubaid, model soal yang bisa menyesuaikan tingkat kesulitannya sesuai dengan kapabilitas peserta secara langsung mampu meminimalisir potensi penipuan. Peserta akan menjawab serangkaian pertanyaan unik yang berubah seiring perkembangan respons mereka. Dengan demikian, bank data soal yang luas serta senantiasa ditingkatkan merupakan hal esensial.
"Memperbanyak jumlah pengawas, memberikan pelatihan ekstra bagi para pengawas, menggunakan teknologi pemantauan seperti kamera pengintai dengan analisis pola perilaku mencurigakan berbasis kecerdasan buatan (dengan tetap menjaga privasi tentu saja), serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menghukum tegas oknum yang melakukan kecurangan," jelas Ubaid sambil menyebut beberapa langkah yang dapat diimplementasikan guna meningkatkan sistem UTBK.
Gerakan besar tentang pentingnya integritas dalam pendidikan serta ancaman dari tindakan curang harus tetap diperkuat bagi para pelajar, orangtua, dan stakeholder lainnya.
Tren perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan teknologi yang semakin maju tentunya perlu disertai dengan kemajuan yang tak kalah signifikan di sektor pendidikan. Iman Zanatul Haeri, sebagai Kepala Bidang Advokasi dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), menekankan perlunya adanya inovasi kontinyu dalam mengawasi Ujian Tes Masuk Bersama (UTBK).
"Dengan demikian perlu adanya pengawasan yang ketat. Tingkat penipuan semacam itu cukup tinggi, sebab di sini berlakulah prinsip supply dan demand; dimana permintaaannya sungguh besar. Oleh karenanya, usaha-usaha mencari jalur alternatif cepat pun meningkat," ujar Iman saat dia dihubungi oleh Tirto melalui media pesan instan pada hari Jumat, 9 Mei 2025.
Mempertimbangkan segi keselamatan serta dampak negatif dari penerapan teknologi di Indonesia, maka tidak boleh diremehkan. Di masa mendatang, standar keamanan UTBK harus ditingkatkan dan seluruh tahap mulai awal sampai akhir patut ditinjau ulang.
"Dari penyusunan soal sampai akhirnya dimasukkan ke dalam sistem, hingga nantinya dilaksanakan ujiannya, termasuk juga mengenai supervisi dan tingkat kejujuran para pengawas serta hal-hal lainnya. Saya rasa ini adalah suatu proses yang cukup standar," jelas Iman.
Posting Komentar untuk "UTBK 2025: Teknologi Melawan Kecurangan Teknologi"