Ibas Minta Kerjasama Global Atasi Ancaman AI dan Perubahan Iklim

- Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menggarisbawahi dua tantangan utama di masa mendatang yaitu kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dan perubahan iklim. Dia menegaskan urgensi dalam beradaptasi dengan perkembangan teknologi tersebut sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip kemanusiaan. Selain itu, dia juga mendorong adanya kolaborasi global guna menggunakan AI secara bertanggung jawab.

Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Ibas ketika ia berperan sebagai pembicara tamu di Universiti Malaya, membahas tema 'Mengarungi Dunia yang Berubah: Jalan ASEAN Menuju Stabilitas dan Kesejahteraan', dalam auditorium Fakultet Bisnes dan Ekonomi.

"Ide besar yang bakal mempengaruhi kehidupan kita adalah AI atau kecerdasan buatan serta perubahan iklim. Meskipun kelihatan jauh berbeda—satu menyangkut perkembangan teknologi sementara satunya lagi masalah seputar lingkungan—kedua hal ini cukup signifikan dan mendorong kita agar lebih siap," ungkap Ibas pada hari Jumat, 2 Mei.

Ibas tidak menyangkal bahwa perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) menyebabkan ketakutan. Akan tetapi, dia menekankan kepada masyarakat pentingnya bersiap menghadapi perubahan tersebut dengan mendapatkan ketrampilan baru serta kesediaan untuk berkembang biak.

"Itu berarti kita harus siap, kita harus siap beradaptasi. Selain itu, kita juga harus memanfaatkan kekuatan budaya kita," ucapnya.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini menyebut, perlu kerja sama internasional untuk menangani risiko AI. Tidak ada satu negara pun yang dapat mengelola dampak AI sendirian karena teknologi melintasi batas negara.

" ASEAN bisa berkolaborasi dalam menyusun panduan etika teknologi untuk penerapan AI secara bertanggung jawab. Melalui kerjasama dan keahlian kreatif, kita mampu merombak AI menjadi kesempatan, bukannya bahaya," tandasnya.

Pada kesempatan tersebut, Ibas pula

Menekankan bahwa pemecahan masalah terkait perubahan iklim tidak harus dilakukan dengan mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Dia yakin kedua hal tersebut dapat berlangsung seirama.

"Sebagian orang menyatakan bahwa ketika kondisi perekonomian lesu, kita perlu menekankan pertumbuhannya lebih dulu baru setelahnya memperhatikan aspek lingkungan. Akan tetapi, hal tersebut merupakan sudut pandang yang sempit. Bila kita merusak lingkungan saat ini, manfaat ekonomi mungkin tak akan bertahan lama," ungkap Ibas.

"Keadaan yang ideal ialah memiliki Produk Domestik Bruto (Perekonomian) yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang merata, serta kita masih bisa melindungi lingkungan, bernapas dengan udara segar dan minum air bersih," lanjutnya.

Ibas setuju bahwa baik Malaysia maupun Indonesia sudah sering kali menjumpai situasi di mana bisnis yang sekadar mencari untung dan memicu deforestasi bisa membawa kerugian bagi penduduk sekitar.

Oleh karena itu, baik Indonesia maupun Malaysia sudah melakukan sejumlah upaya yang bermanfaat, termasuk pelarangan penggunaan plastik sekali pakai di Malaysia dan peraturan keras terhadap kebakaran hutan tidak sah di Indonesia, selain dari program penanaman dua miliar bibit pohon.

"Indonesia serta Malaysia turut menjadi bagian dari Kesepakatan Paris. Kedua negara tersebut sudah bersumpah akan mengembangkan sumber daya energi terbaharui, menerapkannya, dan meraih posisi nol emisi karbon di separuh akhir masa hidup kita ini," jelasnya.

Selanjutnya, Ibas mementaskan bahwa perubahan iklim tak kenal batasan wilayah negara-negara. Baginya, apabila sebuah negeri terkontaminasi, akibatnya bisa merembet ke seluruh bangsa di planet ini.

"Sebagaimana sering dikatakan oleh banyak orang, asap tidak mengenal batas negara, benar? Oleh karena itu, kolaborasi antarnegara di kawasan ini sungguh diperlukan," tegasnya.

Posting Komentar untuk "Ibas Minta Kerjasama Global Atasi Ancaman AI dan Perubahan Iklim"