
— Untuk kali pertamanya dalam catatan sejarah, Uni Emirat Arab (UEA) mengambil tindakan luar biasa dengan jadi negara perintis global yang memakai kecerdasan buatan (AI) secara formal dalam pembentukan hukum-hukumnya.
Keputusan berani tersebut diresmikan oleh Kabinet UAE dengan mengeluarkan suatu kebijakan untuk mendirikanคณะกรรมصند صند صند Regulatory Intelligence Office , yaitu kantor legislatif yang seluruhnya didukung oleh sistem berbasiskan AI.
Langkah tersebut diumumkan secara langsung oleh Perdana Menteri Uni Emirat Arab dan juga Penguasa Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, setelah menghadiri pertemuan kabinet. Di dalam pernyataan resminya yang dilaporkan media, dia menyampaikan hal ini. Financial Times dan News18 Pada hari Senin (21/4/2025), dia menyatakan pentingnya meninggalkan proses legislatif konvensional yang terkenal lambat dan rumit guna mencapai hasil yang lebih efisien dan akurat.
Model legislatif terbaru yang dipersenjatai dengan teknologi kecerdasan buatan ini bakal merombak metode pembentukan peraturan di negara kita, mempercepat serta meningkatkan akurasi prosesnya, Tuliskan Sheikh Mohammed di Platform X.
AI Mengurangi Waktu Penyusunan Undang-Undang Sampai 70 Persen
Menggunakan sistem kecerdasan buatan (AI) yang diselaraskan di seluruh negeri, para menteri Uni Emir Arab bisa mengawasi efek dari setiap peraturan pada warga negara dan ekonomi secara langsung dan cepat.
Di samping itu, sistem ini bakal menyusun peta legislasi nasional yang tersambung ke lembaga penelitian dunia, agar peraturan-peraturan yang dibuat bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan patokan internasional dengan cara yang fleksibel.
Selanjutnya, teknologi tersebut diklaim dapat mengurangi durasi pembentukan undang-undang sampai 70 persen. AI dihargai karena menaikkan ketepatan, keseragaman, dan keerluasan hukum sesuai dengan permintaan masyarakat, industri, ataupun badan pemerintah.
Negara Lain Juga Menggunakan Kecerdasan Buatan dalam Perencanaan Undang-Undang Nasional
Walaupun begitu, UEA tidak sendiri dalam hal menjelajahi penerapan kecerdasan buatan (AI) pada sektor perundangan. Misalnya saja, Amerika Serikat tengah mengerjakan proyek mirip tersebut di berbagai tingkatan seperti Kongres, Senat, dan juga institusi legislatur beberapa negara bagian.
Malahan, Brasil sempat menyita perhatian dunia saat salah satu kota di negara itu menerbitkan undang-undang pertamanya yang secara keseluruhan ditulis oleh kecerdasan buatan pada tahun 2023.
Kefektifan AI dalam Dunia Hukum, Namun Masih Terdapat Resikonya
Kecocokan yang disediakan oleh kecerdasan buatan sungguh menarik. Suatu sistem AI bisa mengambil alih tugas sejumlah pegawai legislatif dengan pengeluaran operasional yang jauh lebih sedikit. Tambahan pula, AI sanggup merancang teks undang-undang menggunakan bahasa yang tepat serta tanpa adanya kesalahan struktur kalimat.
Ini sangat relevan, mempertimbangkan situasi dalam kasus tersebut. Affordable Care Act Di Amerika Serikat tahun 2015, hanya karena empat kesalahan pengetikan saja, tujuh juta orang nyaris kehilangan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Tetapi, teknologi ini tetap memiliki potensi bahaya. AI masih belum mampu merespons pertimbangan manusia terkait aspek-aspek seperti kebijaksanaan dalam hukum, memahami latar belakang situasional, serta hubungan pribadi di antara profesional hukum dan kliennya.
Etika serta Kerahasiaan Menjadi Fokus Utama
Seperti tercantum dalam survei State of Practice oleh Bloomberg Law, sekitar 41 persen firma hukum di Amerika Serikat telah membentuk tim internal untuk mengevaluasi teknologi AI, sementara 29 persen lainnya bahkan membentuk divisi hukum khusus untuk menelaah dampak etis dan praktis AI.
Keberatan lain muncul terkait aspek-etika. Apabila kecerdasan buatan diberi pelatihan dengan memakai data yang bersifat bias, maka undang-undang yang diciptakan bisa jadi akan menimbulkan diskriminasi.
Sehingga, para praktisi hukum diminta agar terus berhati-hati saat menggunakan platform generatif semacam ChatGPT, terutama dalam hal melindungi privasi kliennya serta mencegah pelanggaran etika profesional. attorney-client privilege , yaitu tanggung jawab hukum yang mengharuskan perlindungan atas informasi pribadi antara pengacara dengan kliennya.
Meraih Masa Depan Hukum yang lebih Fleksibel
Dalam era di mana kemajuan teknologi berjalan lebih pesat daripada regulasinya, kita sekarang memerlukan peraturan hukum yang fleksibel serta maju.
Dalam hal ini, UEA sepertinya tidak cuma berambisi untuk jadi pemimpin, tapi juga sebagai tempat uji coba hukum dunia—di mana teknologi maju tak menghapus nilai-nilai manusiawi, malah meneguhkan dasar-dasar keadilan di masa depan. (*)
Posting Komentar